Asia Tenggara Pacu Perdagangan Batu Bara, Tiongkok Dekati Puncak

Asia Tenggara Pacu Perdagangan Batu Bara, Tiongkok Dekati Puncak

Smallest Font
Largest Font

Metapasar - Negara-negara Asia Tenggara seperti Vietnam dan Filipina diperkirakan akan meningkatkan perdagangan dan konsumsi batu bara dalam dekade ini, meskipun permintaan dari konsumen terbesar, yakni Tiongkok, mendekati puncaknya, menurut sejumlah pejabat industri.

Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) memprediksi bahwa impor batu bara oleh Tiongkok dan India akan mencapai titik tertinggi pada tahun 2025, yang kemudian akan mengakhiri pertumbuhan volume perdagangan batu bara global melalui jalur laut, ujar Ketua APBI, Priyadi, dalam sebuah presentasi di konferensi Coaltrans Asia.

Namun demikian, APBI memperkirakan bahwa impor batu bara tahunan oleh negara-negara Asia Tenggara seperti Vietnam dan Filipina akan mengalami pertumbuhan hampir 3% setiap tahun, mencapai 170,9 juta ton metrik pada tahun 2030, dibandingkan 140,9 juta ton pada tahun 2023.

Sektor pembangkit listrik di Vietnam, yang merupakan ekonomi dengan pertumbuhan tercepat di Asia Tenggara, dipandang sebagai pasar dengan potensi pertumbuhan paling besar untuk batu bara, menurut pedagang dan pejabat industri yang menghadiri konferensi tersebut. 

Dinh Quang Trung, Wakil Manajer Umum untuk perdagangan batu bara di perusahaan milik negara Vinacomin, memperkirakan bahwa Vietnam akan mengimpor 66 juta ton batu bara pada akhir tahun ini. Sebagai perbandingan, data dari firma analitik Kpler menunjukkan impor Vietnam sebesar 47,8 juta ton pada tahun 2023.

"Kami akan mencapai puncak impor sekitar tahun 2035 dengan 86 juta ton batu bara per tahun. Sekitar 70-75% dari total konsumsi kami akan digunakan untuk pembangkit listrik," katanya.

Data Kpler juga menunjukkan bahwa impor batu bara oleh Filipina telah meningkat 7,6% dalam delapan bulan yang berakhir pada 31 Agustus, sementara pengiriman ke Malaysia meningkat sebesar 4%.

Meskipun negara-negara Asia Tenggara diperkirakan akan menggantikan Tiongkok dan India sebagai pasar ekspor utama untuk batu bara, pejabat industri tetap memproyeksikan konsumsi di negara-negara ekonomi besar akan tetap tinggi. Impor diharapkan meningkat dalam waktu dekat dan tetap stabil hingga akhir dekade ini.

Impor batu bara termal oleh Tiongkok diprediksi meningkat 6,3% dari tahun ke tahun, mencapai 391 juta ton pada tahun 2024, menurut Feng Dongbin, Wakil Manajer Umum di Fenwei Digital Information Technology, yang mengelola platform analitik batu bara Tiongkok, Sxcoal.

Riya Vyas, Analis Senior di perusahaan perdagangan batu bara India, I-Energy Natural Resources, memperkirakan bahwa impor batu bara di India akan terus tumbuh sepanjang dekade ini. Data dari konsultan Bigmint di India menunjukkan bahwa impor batu bara di India naik 11% dari tahun ke tahun pada akhir Agustus.

Meskipun negara-negara Asia Tenggara tidak menambah kapasitas baru pembangkit listrik tenaga batu bara untuk terhubung ke jaringan, mereka meningkatkan pemanfaatan pembangkit yang ada untuk memenuhi meningkatnya permintaan listrik, ujar para pejabat industri.

Di Malaysia, pusat data telah menjadi pendorong utama pertumbuhan penggunaan pembangkit listrik tenaga batu bara, menurut dua pejabat dari TNB Fuel Services, yang dikelola oleh negara. Malaysia semakin mengandalkan batu bara untuk pembangkit listrik, menggantikan gas alam, berdasarkan data dari lembaga pemikir energi Ember.

Selain Filipina, Indonesia menjadi salah satu kontributor utama peningkatan penggunaan batu bara di kawasan ini.

"Kapasitas terpasang di Indonesia umumnya masih berusia muda, yang menunjukkan bahwa permintaan jangka panjang akan tetap kuat," kata Patricia Lumbangaol, Manajer Riset Pasar Senior di Adaro International, mengutip dari Reuters.

Smelter nikel di Indonesia, yang memasok produsen baterai dan mendukung permintaan untuk kendaraan listrik, juga mendorong peningkatan penggunaan pembangkit listrik tenaga batu bara, kata Priyadi dari APBI.

Malaysia, Filipina, dan Indonesia memiliki tingkat penetrasi energi terbarukan yang paling rendah di Asia, selain Timur Tengah, dan secara signifikan tertinggal dari produsen energi hijau besar seperti Tiongkok dan India.

Kurangnya kemajuan dalam rencana negara-negara kaya untuk menyediakan pembiayaan yang lebih murah guna mempercepat pensiun dini pembangkit listrik tenaga batu bara telah menghambat upaya Indonesia, produsen listrik tenaga batu bara terbesar ketujuh di dunia, untuk mengurangi emisi.

"Fokus pemerintah pada keamanan dan keterjangkauan energi telah mendukung keberlanjutan penggunaan batu bara, terutama karena batu bara membantu menjaga tarif listrik tetap rendah," kata Arthur Simatupang, Ketua Asosiasi Produsen Listrik Independen Indonesia.

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow

Most Viewed