Bank Sentral Perlu Naikkan Suku Bunga Lebih Agresif di Tengah Ketidakpastian Global
Metapasar - Konflik antar negara, perubahan iklim yang menjadi sukar diprediksi, dan ketegangan perdagangan global, menjadikan bank sentral perlu menaikkan suku bunga "lebih agresif" selama periode inflasi di masa depan untuk mencegah tekanan harga semakin menguat. Pernyataan ini disampaikan oleh seorang pejabat senior di Bank for International Settlements.
Andréa Maechler, wakil manajer umum di lembaga payung untuk bank sentral yang berbasis di Basel, mengatakan pembuat kebijakan moneter tidak lagi dapat "mengabaikan" lonjakan harga jangka pendek yang disebabkan oleh gangguan pada sisi penawaran ekonomi, seperti kegagalan panen, penyumbatan di pelabuhan, fluktuasi harga komoditas, atau penutupan kilang minyak.
Guncangan semacam itu bisa menjadi ‘lebih besar dan lebih sering’ karena adanya peningkatan risiko geopolitik, bencana alam seperti banjir dan kekeringan yang lebih meluas, serta ‘transisi yang tidak mulus’ ke teknologi yang lebih ramah lingkungan, katanya.
“Ini mungkin memerlukan penyesuaian dalam pelaksanaan kebijakan moneter. Di saat-saat tertentu, pengetatan moneter yang agresif akan diperlukan untuk memastikan ekspektasi inflasi tetap terkendali” kata Maechler, seperti mengutip dari FT.
Komentarnya disampaikan dalam sebuah acara pada hari Rabu (2/10) di London, di saat konflik yang memburuk di Timur Tengah mendorong kenaikan harga minyak dan para ekonom memperingatkan bahwa aksi mogok kerja oleh pekerja pelabuhan Amerika Serikat (AS) dapat meningkatkan harga barang jika aksi mereka berlangsung lebih dari seminggu.
Dia mengatakan bahwa populasi dunia yang kian menua dan peningkatan hambatan terhadap kondisi globalisasi, diyakini bakal membuat ekonomi lebih sulit beradaptasi dengan gangguan semacam itu. Kondisi demikian ini, akan membuat masalah kekurangan tenaga kerja menjadi lebih meluas dan ada ruang yang lebih sedikit bagi perdagangan internasional untuk bertindak sebagai peredam guncangan terhadap tekanan inflasi domestik.
Maechler menyoroti tren yang diamati setelah pandemi virus corona, dengan dirinya berargumen bahwa setelah inflasi mulai naik, guncangan lebih lanjut pada harga minyak atau makanan dapat memiliki pengaruh yang sangat besar pada kepercayaan masyarakat terhadap stabilitas uang. Respons tersebut dapat menyebabkan terjadinya perubahan perilaku yang tiba-tiba dari rumah tangga dan bisnis yang menyebabkan terjadinya inflasi tidak akan terhindarkan.
“Semua ini berarti bahwa inflasi bisa menjadi lebih bergejolak, meningkatkan risiko bahwa ekonomi beralih lebih mudah dari rezim inflasi rendah yang menstabilkan diri ke rezim inflasi tinggi yang memperkuat diri,” katanya.
BIS telah lama menjadi suara hawkish, memperingatkan bank sentral sejak tahun 2010 tentang bahaya mempertahankan suku bunga yang sangat rendah terlalu lama, peringatan yang disampaikan tak lama sebelum krisis utang zona euro memaksa Bank Sentral Eropa memotong suku bunga lebih dalam ke wilayah negatif selama hampir satu dekade.
Namun, pandangannya semakin mendapat perhatian dalam beberapa tahun terakhir saat bank sentral menaikkan suku bunga ke level tertinggi sejak krisis keuangan global untuk menahan laju inflasi.
Harga-harga berbagai macam kebutuhan masyarakat melonjak pada tahun 2022 karena permintaan yang terpendam setelah Covid-19, gangguan rantai pasokan global, dan kenaikan harga energi yang disebabkan oleh invasi Rusia ke Ukraina.
Meskipun Federal Reserve AS, ECB, dan Bank of England semakin yakin bahwa inflasi mulai mereda, yang memungkinkan mereka untuk melanjutkan pemotongan suku bunga dalam beberapa bulan mendatang, pembuat kebijakan telah mengisyaratkan bahwa mereka tidak mengharapkan suku bunga kembali ke level rendah seperti sebelum terjadinya pandemi.
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow