Banyak Kawasan Industri, Banten Jadi Provinsi Dengan Tingkat Pengangguran Tertinggi di Indonesia

Banyak Kawasan Industri, Banten Jadi Provinsi Dengan Tingkat Pengangguran Tertinggi di Indonesia

Smallest Font
Largest Font
Table of Contents

Metapasar - Provinsi Banten tercatat sebagai wilayah dengan tingkat pengangguran tertinggi di Indonesia, dengan persentase lebih dari 7%. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengangguran di Banten mencapai 424,69 ribu orang pada Februari 2024. Angka ini sebenarnya menurun sebanyak 61.666 orang dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.

Dengan total 424,69 ribu orang pengangguran, tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Banten mencapai 7,02%, jauh lebih tinggi dari rata-rata nasional yang berada di angka 4,82% pada akhir Februari 2024.

Mengacu pada data BPS selama 12 tahun terakhir, Banten secara konsisten mencatatkan tingkat pengangguran yang lebih tinggi dibandingkan angka nasional. Di antara kabupaten dan kota di provinsi ini, Kabupaten Tangerang menjadi wilayah dengan jumlah pengangguran terbesar. Selain itu, Kota Tangerang dan Kabupaten Serang juga mencatatkan angka pengangguran yang signifikan di Banten.

Dari sisi sektor usaha, hanya ada dua sektor yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, yaitu industri pengolahan serta sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi, dan perawatan kendaraan bermotor. Kedua sektor ini mempekerjakan sekitar 2,25 juta orang atau sekitar 40% dari total angkatan kerja pada akhir Februari 2024.

Tingginya tingkat pengangguran di Banten menjadi paradoks, mengingat provinsi ini memiliki banyak kawasan industri. Setidaknya terdapat delapan kawasan industri yang berkembang di wilayah tersebut, di antaranya seperti Krakatau Industrial Estate, Kawasan Industri dan Pergudangan Cikupa Mas, Kawasan Industri Kencana Alam, Kawasan Industri Pasar Kemis, Kawasan Industri PT. Nikomas Gemilang, Moderncikande Industrial Estate, Kawasan Industri Millennium Industrial Estate serta Kawasan Industri dan Pergudangan Taman Tekno BSD.

Beberapa faktor utama yang menyebabkan tingginya tingkat pengangguran di Banten antara lain pertumbuhan ekonomi yang lambat dan banyaknya relokasi pabrik.

Pada kuartal kedua 2024, pertumbuhan ekonomi Banten hanya sebesar 4,7% secara tahunan (year-on-year/yoy), di bawah angka nasional yang mencapai 5,07%. Pada tahun 2023, ekonomi Banten juga hanya tumbuh 4,81%, lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,06%.

Selain itu, gelombang relokasi pabrik pasca pandemi Covid-19 turut memperburuk situasi pengangguran di Banten. Banyak perusahaan memilih untuk memindahkan pabrik mereka guna mencari biaya tenaga kerja yang lebih murah, yang pada akhirnya memicu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal serta rendahnya penyerapan tenaga kerja baru.

Sebagai perbandingan, Upah Minimum Provinsi (UMP) Banten pada tahun 2024 adalah Rp2.727.812, sedangkan UMP di Jawa Tengah tercatat lebih rendah, yakni R 2.036.947.

Disorot DPRD

Ketua DPRD Banten, Andra Soni, mengungkapkan bahwa tingkat pengangguran terbuka di Provinsi Banten sangat tinggi, meskipun wilayah ini menarik banyak investor. Ia menekankan bahwa meski Banten termasuk provinsi dengan investasi terbesar kelima di Indonesia, tingkat serapan tenaga kerja tetap rendah, yang menyebabkan angka pengangguran di provinsi ini mencapai lebih dari 400 ribu orang.

Andra juga menjelaskan bahwa salah satu penyebab masalah ini adalah perubahan jenis investasi. Sebelumnya, investasi di Banten cenderung pada industri yang membutuhkan banyak tenaga kerja (padat karya), namun kini beralih ke industri yang lebih mengutamakan modal besar dengan sedikit pekerja (padat modal). 

Oleh karena itu, menurut Andra, diperlukan strategi baru untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat, salah satunya melalui pengembangan sektor pertanian. Ia menekankan bahwa Banten memiliki potensi besar sebagai salah satu produsen padi terbesar di Indonesia, dan potensi ini harus dimanfaatkan secara optimal.

“Saya kira, kita harus beralih ke potensi yang benar-benar dimiliki oleh masyarakat, yakni sektor pertanian. Yang menjadi masalah adalah saat ini tidak ada orang tua yang memiliki cita-cita agar anak mereka nantinya jadi seorang petani,” tutur Andra seperti mengutip dari CNBC Indonesia.

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow

Most Viewed