Bukalapak Hentikan Jualan Produk Fisik, Investor Rugi Besar
Metapasar - Bukalapak memutuskan untuk mengubah arah bisnisnya dari menjual produk fisik menjadi fokus pada produk virtual seperti pulsa, token listrik, dan layanan pembayaran lainnya. Sebagai bagian dari strategi baru ini, Bukalapak akan secara bertahap menghentikan layanan penjualan produk fisik di platform mereka mulai Februari 2025.
"Walaupun ada perubahan fokus produk, kami memastikan bahwa platform marketplace Bukalapak, baik aplikasi maupun situs web, serta layanan Mitra Bukalapak tetap beroperasi dan dapat diakses," demikian pernyataan Bukalapak pada Jumat.
Kontribusi penjualan produk fisik terhadap total pendapatan Bukalapak ternyata kurang dari 3%. Fokus pada produk virtual dinilai sebagai langkah strategis untuk memperkuat posisi perusahaan di ekosistem digital. Produk virtual yang dimaksud mencakup pulsa prabayar dan pascabayar, paket data internet, token listrik, layanan Prakerja, Bukasend, BMoney, voucher streaming, voucher emas digital, hingga TV kabel dan internet.
Selain itu, langkah ini merupakan strategi jangka panjang untuk menjaga relevansi dan daya saing di industri. Tak hanya mengalihkan fokus ke produk virtual, Bukalapak juga telah mengembangkan sejumlah lini bisnis baru seperti Mitra Bukalapak, gaming, investasi, dan ritel dalam beberapa tahun terakhir.
Investor Rugi Besar
PT Bukalapak Tbk (BUKA) memutuskan untuk menghentikan penjualan produk fisik di marketplace mereka, yang sebelumnya menjadi salah satu sumber utama pendapatan. Keputusan ini diambil karena kinerja keuangan perusahaan yang terus mengalami kerugian.
Selama sembilan bulan pertama tahun 2024, Bukalapak mencatat kerugian sebesar Rp597,35 miliar, setelah pada 2023 mencatat kerugian Rp1,36 triliun. Kondisi saham Bukalapak juga tidak menggembirakan. Saat IPO pada Juli 2021, saham BUKA dijual dengan harga Rp850 per lembar, namun kini hanya bernilai Rp116. Hal ini berarti jika seorang investor ritel membeli 100 lot saham BUKA pada saat IPO dengan total Rp8,5 juta, nilainya kini hanya sekitar Rp1,36 juta, atau mengalami penurunan hingga 86,35%.
Selain penurunan harga saham, investor BUKA juga belum pernah menerima dividen dari perusahaan e-commerce ini. Emiten yang melantai di bursa sejak empat tahun lalu ini lebih sering mencatatkan kerugian dibanding keuntungan.
Pada tahun pertama setelah IPO, BUKA membukukan kerugian sebesar Rp1,67 triliun, lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya yang rugi Rp1,35 triliun. Meski sempat mencatatkan laba sebesar Rp1,98 triliun pada tahun 2022, perusahaan kembali mengalami kerugian sebesar Rp1,36 triliun di tahun berikutnya, dan Rp597,35 miliar dalam sembilan bulan pertama 2024.
Namun, hingga 30 Juni 2024, Bukalapak masih memiliki sisa dana IPO sebesar Rp9,83 triliun, yang setara dengan 44,87% dari total dana Rp21,9 triliun yang dihimpun pada IPO Juli 2021.
Pada saat IPO, Bukalapak menawarkan 25,76 miliar saham atau 25% dari total saham perusahaan dengan harga Rp 850 per saham. Dari IPO tersebut, Bukalapak berhasil mengumpulkan dana sebesar Rp 21,9 triliun. Setelah dikurangi biaya penawaran umum sebesar Rp 574,85 miliar, dana segar yang tersisa adalah Rp21,32 triliun.
Sebagian besar dana IPO direncanakan untuk modal kerja perusahaan, penyertaan modal pada anak usaha, dan pengembangan usaha. Hingga saat ini, Bukalapak telah menggunakan Rp6,4 triliun untuk modal kerja, Rp3,89 triliun untuk pengembangan usaha, dan Rp1,19 triliun untuk penyertaan modal anak usaha dari alokasi Rp7 triliun.
Langkah perubahan strategi penjualan Bukalapak ini diambil di tengah persaingan ketat dengan Tokopedia, yang kini dimiliki oleh ByteDance, dan Shopee, milik Sea. Pelanggan memiliki waktu hingga 9 Februari 2025 untuk melakukan pemesanan terakhir untuk produk fisik tertentu.
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow