Dinilai Lakukan Monopoli, KPPU Denda Google 200 Miliar
Meta Pasar - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menjatuhkan sanksi kepada Google berupa denda sebesar Rp202,5 miliar (sekitar US$12,4 juta). Denda ini terkait dengan dugaan praktik bisnis tidak adil yang melibatkan sistem pembayaran di Google Play Store, platform distribusi perangkat lunak milik perusahaan tersebut.
Penyelidikan kasus ini dimulai pada tahun 2022, saat KPPU menelusuri dugaan penyalahgunaan posisi dominan oleh Alphabet Inc., induk perusahaan Google. Google dituduh mewajibkan pengembang aplikasi di Indonesia untuk menggunakan Google Play Billing, yang mengenakan tarif lebih tinggi dibandingkan metode pembayaran lainnya. Jika pengembang tidak mematuhi aturan ini, aplikasi mereka berisiko dihapus dari Google Play Store.
Pelanggaran Hukum Monopoli
Menurut hasil investigasi, kebijakan tersebut merugikan para pengembang lokal karena menurunkan pendapatan mereka akibat berkurangnya jumlah pengguna. Panel penyelidik menyimpulkan bahwa Google telah melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Dalam penelitiannya, KPPU menemukan bahwa Google memungut biaya hingga 30% melalui sistem Google Play Billing. Dengan penguasaan pasar mencapai 93% di Indonesia, yang memiliki lebih dari 280 juta penduduk dan pasar digital yang pesat, Google dinilai menciptakan kondisi yang tidak adil bagi pengembang aplikasi lokal.
KPPU memerintahkan Google untuk menghentikan kewajiban penggunaan Google Play Billing di platform Google Play Store. Selain itu, denda sebesar Rp 202,5 miliar wajib disetorkan ke kas negara melalui sistem penerimaan pendapatan denda persaingan usaha.
Sementara itu, para pengembang aplikasi di Indonesia menyambut baik langkah KPPU dalam menangani dugaan monopoli ini. Mereka berharap keputusan tersebut dapat mendorong terciptanya kebijakan yang lebih adil bagi pelaku usaha lokal. Menurut Asosiasi Pengembang Aplikasi Indonesia (ADOI), tarif tinggi yang dikenakan Google Play Billing selama ini menjadi salah satu kendala utama bagi pengembang dalam meningkatkan pendapatan dan daya saing di pasar. Dengan adanya sanksi dan perhatian lebih dari regulator, ADOI mengharapkan reformasi ekosistem digital yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
Google Menolak Putusan dan Ajukan Banding
Seorang juru bicara Google mengungkapkan bahwa perusahaan tidak sepakat dengan keputusan tersebut dan akan mengajukan banding. Ia menegaskan bahwa praktik Google mendukung ekosistem aplikasi Indonesia yang sehat dan kompetitif. Selain itu, Google juga menyebut bahwa mereka telah menyediakan opsi sistem pembayaran alternatif bagi pengembang aplikasi.
Dalam pernyataan kepada media pada Rabu (22/1), perwakilan Google mengatakan, “Kami meyakini bahwa kebijakan kami memberikan dampak positif bagi pengembang aplikasi di Indonesia dengan menghadirkan platform yang aman, akses ke pasar global, serta pilihan pembayaran yang beragam, termasuk opsi pembayaran alternatif melalui User Choice Billing.”
Google juga menyoroti sejumlah program yang telah mereka jalankan untuk mendukung pengembang, seperti Indie Games Accelerator, Play Academy, dan Play x Unity.
Perusahaan ini kembali menegaskan komitmennya untuk selalu mematuhi peraturan yang berlaku di Indonesia dan berjanji untuk bekerja sama dengan KPPU selama proses banding berlangsung.
“Kami berkomitmen untuk menaati peraturan di Indonesia dan akan terus menjalin kolaborasi yang konstruktif dengan KPPU serta pihak-pihak terkait sepanjang proses banding,” tutup Google dalam pernyataannya.
Kasus ini merupakan salah satu dari serangkaian denda besar yang pernah dijatuhkan kepada Google. Sebelumnya, Uni Eropa juga memberikan denda lebih dari 8 miliar euro dalam dekade terakhir atas tuduhan praktik anti-persaingan yang melibatkan sistem operasi Android, layanan periklanan, dan perbandingan harga.
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow