DPR Beri Target Penguatan Rupiah Terhadap Dolar ke BI

DPR Beri Target Penguatan Rupiah Terhadap Dolar ke BI

Smallest Font
Largest Font
Table of Contents

Metapasar - Para anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta Bank Indonesia (BI) untuk memperkuat nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) agar kembali ke level Rp15.000. Mereka menginginkan setidaknya nilai tukar rupiah mencapai Rp15.900/US$.

Diketahui, dalam beberapa pekan terakhir, rupiah sempat menyentuh level Rp16.400/US$, meskipun pada Rabu (3/7), berdasarkan data Refinitiv, rupiah ditutup menguat pada angka Rp16.365/US$.

Wakil Ketua Komisi XI DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Dolfie Othniel Frederic Palit, menyatakan bahwa DPR telah mengusulkan kepada pemerintah dan BI agar nilai tukar rupiah kembali ke level Rp15.900. Level ini telah disepakati dalam rapat panitia kerja mengenai nilai tukar rupiah dan inflasi bersama BI dalam asumsi makro APBN 2025.

Hasil kesepakatan antara DPR dan pemerintah dalam rapat panitia kerja tersebut menetapkan asumsi nilai tukar rupiah di rentang Rp15.300-15.900. Rentang ini lebih rendah dibandingkan usulan pemerintah yang berada di Rp15.300-16.000 dan BI yang berkisar antara Rp15.300-15.700.

"Kami berharap nilai tukar rupiah mencapai Rp15.900, tetapi kita harus melihat trennya terlebih dahulu, apakah menurun atau tidak. Arahan kami kepada BI adalah agar rupiah menguat," kata Dolfie di Gedung Parlemen, Jakarta, Rabu (3/7).

Oleh karena itu, Dolfie menyebut bahwa BI perlu memperkuat instrumen stabilisasi nilai tukar rupiah melalui intervensi di tiga sektor, yaitu intervensi di pasar spot, Domestic Non Deliverable Forward (DNDF), serta Surat Berharga Negara (SBN).

Bank Indonesia, harus mampu mengelolanya dengan baik. Sebab kami di sini tidak bisa ikut ambil bagian dalam kebijakan moneter BI, karena independensi. Yang terpenting kita bisa melihat hasil finalnya seperti apa,” tutur Dolfie, seperti mengutip dari CNBC Indonesia.

Komisi XI DPR juga telah meminta BI untuk membuat tabel uji elastisitas atau stress test dari setiap pelemahan dan penguatan rupiah terhadap kondisi perekonomian nasional, seperti dampak pelemahan terhadap APBN dan inflasi.

Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PKS, Anis Byarwati, menyatakan bahwa dari hasil tabel stress test tersebut, batas atas pelemahan rupiah adalah Rp16.500/US$. 

"Rp 16.500 itu sudah merupakan alarm, jangan sampai ke situ," kata Anis di tempat yang sama dengan Dolfie.

Menurut Anis, level tersebut dipertimbangkan dalam rapat panitia kerja karena sebagian besar utang luar negeri pemerintah dalam bentuk dolar AS.

“Jadi secara otomatis, apabila kurs asing mengalami penguatan, maka utang kita pun nilainya bertambah. Kami terus pantai, karena BI adalah yang bertugas menstabilkan nilai tukar,” lanjutnya.

Berdasarkan catatan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, dari total utang per 30 April 2024 yang sebesar Rp8.338,43 triliun, total utang dalam dolar AS mencapai Rp1.713,26 triliun, dalam euro Rp388,45 triliun, dalam yen Jepang Rp270 triliun, dan lainnya Rp30,92 triliun. Namun, mayoritas utang masih dalam mata uang rupiah sebesar Rp5.935,42 triliun.

Anis menegaskan bahwa Komisi XI DPR telah meminta BI untuk memperkuat nilai tukar rupiah ke kisaran Rp15.000/US$. 

"Target terakhir kami di panitia kerja adalah Rp15.000, mudah-mudahan tahun ini atau tahun depan bisa mencapai Rp15.000," ucap Anis.

Bisa Lebih Buruk

Gubernur Bank Indonesia (BI) periode 1993-1998, Soedradjad Djiwandono, menilai bahwa nilai tukar rupiah bisa menembus Rp17.000 per dolar AS jika Bank Sentral AS atau The Fed kembali menaikkan suku bunga acuannya.

Diketahui bahwa nilai tukar rupiah terus melemah. Berdasarkan data Bloomberg pada Rabu (3/7) pukul 14.51 WIB, rupiah berada di level Rp16.371 per dolar AS.

“Jika The Fed menaikkan suku bunga, itu sangat berbahaya. Jika AS menaikkan suku bunga, rupiah bisa melemah hingga Rp17.000, tetapi jika The Fed tidak menaikkan suku bunga, maka tidak akan mencapai level tersebut (Rp17.000),” ujar Soedradjad dalam acara Mid Year Banking & Economic Outlook 2024, Selasa, (2/7).

Menurutnya, meskipun The Fed tidak menaikkan suku bunga acuan, mata uang dolar AS tetap akan menguat terhadap mata uang negara lain.

“Kita memiliki cara menggunakan mata uang sendiri-sendiri dalam perdagangan, BRICS (Brazil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) melakukan hal yang sama, namun dolar AS tetap kuat, dan The Fed enggan menurunkan suku bunga. Padahal, ECB (European Central Bank) sudah menurunkan suku bunga,” jelasnya.

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow

Most Viewed