Faktor Penyebab Jatuhnya Rupiah Terhadap Dolar

Faktor Penyebab Jatuhnya Rupiah Terhadap Dolar

Smallest Font
Largest Font

Metapasar - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) mengalami penurunan selama lima hari berturut-turut. Beberapa faktor eksternal menjadi pendorong utama pelemahan mata uang Indonesia ini. Jika rupiah kembali terdepresiasi hingga akhir perdagangan hari ini, maka ini akan menjadi tren penurunan lima hari beruntun sejak 30 September 2024.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan nilai tukar mata uang rupiah melemah, termasuk ketegangan geopolitik yang tengah terjadi antara Iran dan Israel, stimulus ekonomi besar-besaran dari China, penguatan indeks dolar AS, serta arus keluar dana asing dari Indonesia.

Ketegangan Iran dan Israel

Pada 1 Oktober 2024, Iran melancarkan serangan besar menggunakan rudal ke Israel, hanya beberapa jam setelah Gedung Putih memperingatkan rencana serangan Teheran yang "segera" terjadi.

Sebagai tanggapan, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, bersumpah bahwa Iran akan "membayar mahal," yang semakin meningkatkan kekhawatiran tentang potensi perang besar di kawasan tersebut. Dukungan penuh dari Amerika Serikat kepada Israel juga memicu ketakutan bahwa situasi dapat semakin memburuk.

Chief Economist Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Rully Wisnubroto, menyebutkan bahwa salah satu penyebab pelemahan rupiah adalah sentimen negatif dari ketegangan geopolitik di Timur Tengah. Menurutnya, "Pengaruh global, khususnya sentimen risk-off karena eskalasi geopolitik di Middle East."

Ahmad Mikail, seorang ekonom dari Sucor Sekuritas, menambahkan bahwa meningkatnya ketegangan antara Iran dan Israel menimbulkan kekhawatiran di pasar bahwa harga minyak dunia akan melonjak kembali. Ia mengatakan, "Ada kekhawatiran harga minyak naik drastis jika Israel menyerang ladang minyak Iran. Kita sendiri impor minyak bisa mencapai 1,4 juta barel."

Penguatan Indeks Dolar AS (DXY)

Indeks Dolar AS (DXY) mengalami apresiasi yang signifikan sejak 30 September hingga 3 Oktober 2024. Dalam empat hari, DXY naik dari 100,38 ke 101,99, atau menguat 1,6%.

Kenaikan ini dipicu oleh data ISM non-manufaktur yang lebih baik dari ekspektasi pada 3 Oktober 2024, yang memberikan dorongan bagi penguatan dolar dan menekan rupiah. Data ISM Services PMI untuk September 2024 tercatat melonjak menjadi 54,9, lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya yang berada di 51,5, serta melampaui perkiraan 51,7.

Kenaikan ini menunjukkan pertumbuhan sektor jasa yang paling kuat sejak Februari 2023, didorong oleh peningkatan pesanan baru, aktivitas bisnis, dan persediaan, meskipun ada penurunan dalam perekrutan tenaga kerja dan backlog pesanan yang masih rendah.

Stimulus dari China dan Aliran Keluar Dana Asing dari Indonesia

Bank Sentral China (PBoC) merencanakan berbagai stimulus untuk mendukung ekonominya yang tengah tertekan akibat masalah kredit dari sektor properti dan ketegangan perdagangan. Beberapa langkah stimulus tersebut meliputi pemangkasan Giro Wajib Minimum (GWM), penurunan suku bunga bank sentral, serta pemangkasan suku bunga KPR.

Selain itu, PBoC juga memberikan stimulus untuk menstabilkan pasar saham dengan memberikan fasilitas pinjaman kepada investor institusional senilai CNY 500 miliar (setara dengan Rp1.308 triliun). Bank-bank juga diberi fasilitas pinjaman sebesar CNY 300 miliar (sekitar Rp785 triliun) untuk membantu perusahaan melakukan pembelian kembali saham (buyback).

Stimulus besar-besaran ini menarik minat pelaku pasar untuk berinvestasi di China, menyebabkan arus modal keluar dari pasar Indonesia.

Menurut Luthfi Ridho, ekonom dari Indo Premier Sekuritas, faktor utama yang mendorong pelemahan rupiah kali ini adalah kenaikan harga minyak dan arus keluar modal ke China.

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow

Most Viewed