Kebijakan Baru Pemerintah Tiongkok, Mulai Stabilkan Industri Properti
Metapasar - Stabilisasi pasar properti Tiongkok yang telah lama dinantikan tampaknya mulai terbentuk, dengan data bulan Oktober menunjukkan bahwa langkah intervensi terbaru pemerintah mulai membuahkan hasil. Perkembangan ini menandai titik balik potensial bagi sektor yang selama ini menjadi kelemahan ekonomi terbesar kedua di dunia, meskipun tantangan signifikan masih menghadang untuk mencapai pemulihan yang berkelanjutan.
Data terbaru dari Biro Statistik Nasional menunjukkan penurunan harga yang semakin moderat di 70 kota besar di Tiongkok. Di kota-kota metropolitan utama seperti Beijing, Shanghai, Guangzhou, dan Shenzhen, harga rumah baru turun hanya 0,2%, peningkatan yang signifikan dibandingkan penurunan 0,5% pada September. Lebih penting lagi, harga rumah bekas di kota-kota utama ini mencatat pertumbuhan positif pertama dalam 13 bulan, naik 0,4% dan membalikkan penurunan 1,2% pada bulan sebelumnya.
Pemulihan awal ini terjadi setelah pemerintah Beijing mengumumkan paket intervensi komprehensif pada akhir September, menandai pergeseran yang tegas dari pendekatan sebelumnya yang bersifat sporadis. Langkah-langkah ini meliputi pengurangan suku bunga hipotek, penurunan persyaratan uang muka, dan pelonggaran pembatasan pembelian. Pemerintah juga memperkenalkan insentif pajak akta dan melonggarkan persyaratan prabayar pajak apresiasi tanah untuk mengatasi tantangan likuiditas pengembang.
Respon pasar terbilang cepat dan menjanjikan. Kunjungan dan permintaan informasi properti meningkat tajam, sementara penjualan rumah komersial menunjukkan perbaikan signifikan baik dari segi luas maupun nilai. Kebangkitan aktivitas ini menunjukkan bahwa langkah-langkah kebijakan berhasil membangun kembali kepercayaan di kalangan pembeli potensial yang sebelumnya ragu-ragu.
Namun, pengamat berpengalaman memperingatkan agar tidak terlalu optimis. Transisi sektor properti dari model pertumbuhan sebelumnya, yang ditandai dengan ekspansi agresif dan leverage tinggi, menuju pola pengembangan yang lebih berkelanjutan dengan fokus pada kualitas dan kebutuhan perumahan aktual, mencerminkan perubahan mendasar dalam lanskap ekonomi Tiongkok.
Penelitian Goldman Sachs memperkirakan bahwa inventaris perumahan yang belum terjual di Tiongkok, jika sepenuhnya terbangun, akan mencapai sekitar RMB 93 triliun (Rp200 kuadriliun), angka yang mencengangkan dibandingkan dengan perkiraan penjualan properti tahunan sebesar RMB 9 triliun (Rp20 kuadriliun). Kelebihan inventaris ini menunjukkan bahwa meskipun ada dukungan kebijakan yang kuat, pencapaian keseimbangan pasar akan menjadi proses yang bertahap dan penuh tantangan.
Komitmen pemerintah tampak besar, dengan analis memperkirakan hingga RMB 8 triliun (Rp12 kuadriliun) stimulus fiskal tambahan dalam beberapa tahun mendatang. Skala intervensi ini mencerminkan pengakuan Beijing bahwa stabilitas sektor properti tetap krusial bagi kesehatan ekonomi yang lebih luas, meskipun ada upaya untuk beralih ke sektor manufaktur canggih dan teknologi.
Yang patut diperhatikan adalah perubahan dalam koordinasi kebijakan. Tidak seperti langkah-langkah sebelumnya yang bersifat terisolasi, intervensi terbaru menunjukkan pendekatan yang komprehensif yang menggabungkan kebijakan penggunaan lahan, fiskal, pajak, dan keuangan. Strategi terkoordinasi ini menunjukkan bahwa otoritas telah belajar dari upaya sebelumnya yang terbukti tidak memadai untuk menghentikan penurunan pasar.
Pemulihan geografis memberikan wawasan menarik tentang dinamika pasar. Kota-kota tier pertama, dengan fundamental ekonomi yang kuat dan permintaan perumahan yang tetap tinggi, memimpin stabilisasi ini. Pola ini sejalan dengan pengalaman historis, di mana pasar premium biasanya memimpin pemulihan sektor yang lebih luas, berpotensi memicu kepercayaan pasar yang lebih luas.
Namun, risiko besar tetap ada. Tantangan demografis, termasuk populasi yang menua dan melambatnya urbanisasi, dapat membatasi permintaan jangka panjang. Beberapa analis membandingkan situasi ini dengan pengalaman pasar properti Jepang pada 1990-an, di mana faktor serupa berkontribusi pada penurunan berkepanjangan meskipun ada intervensi pemerintah. Transformasi sektor ini melampaui dinamika harga. Para pengembang sedang menyesuaikan model bisnis mereka, menjauh dari sistem pra-penjualan yang terbukti tidak berkelanjutan selama krisis baru-baru ini. Pergeseran ini, meskipun diperlukan, membutuhkan pengelolaan yang hati-hati untuk menghindari gangguan pada penyelesaian proyek dan kepercayaan pasar.
Keuangan pemerintah daerah menambah lapisan kompleksitas lainnya. Banyak pemerintah kota tetap sangat bergantung pada pendapatan penjualan tanah, menciptakan potensi resistensi terhadap kebijakan yang dapat menekan harga tanah. Tantangan struktural ini memerlukan keseimbangan yang cermat antara kesehatan fiskal lokal dengan tujuan stabilisasi pasar.
Sementara itu, kepercayaan konsumen tetap menjadi variabel yang krusial. Meskipun langkah-langkah kebijakan dapat memberikan dukungan, pemulihan yang berkelanjutan memerlukan pemulihan keyakinan bahwa properti adalah investasi yang stabil. Perbaikan terbaru dalam aktivitas pasar sekunder menunjukkan beberapa pemulihan dalam kepercayaan pembeli, meskipun mempertahankan momentum ini memerlukan pelaksanaan kebijakan yang konsisten.
Analis memperkirakan pasar akan stabil pada akhir 2025, diikuti oleh peningkatan harga yang moderat. Garis waktu ini mencerminkan tantangan signifikan yang ada dan dampak lambat dari perubahan kebijakan. Bahkan mungkin perlu waktu lebih lama bagi penjualan properti dan konstruksi baru untuk pulih, kemungkinan tidak sampai tahun 2027. Masa depan sektor ini kemungkinan mencakup pertumbuhan yang lebih lambat tetapi kualitas dan keberlanjutan yang lebih baik, sejalan dengan peralihan Tiongkok menuju konsumsi domestik yang lebih besar dan industri bernilai tinggi.
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow