Kekhawatiran ASEAN Atas Pemberlakuan Trump Tariffs

Kekhawatiran ASEAN Atas Pemberlakuan Trump Tariffs

Smallest Font
Largest Font

Metapasar - Terpilihnya Donald Trump sebagai presiden ke-47 Amerika Serikat telah menimbulkan kekhawatiran di Asia Tenggara yang berorientasi ekspor, mengingat ekonomi regional harus menghadapi janji kampanye Trump untuk menaikkan tarif barang impor, kata para analis.

Namun, para analis berharap Trump akan memanfaatkan masa jabatan keduanya sebagai presiden untuk lebih berinteraksi dengan anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN). Ada juga harapan bahwa ASEAN akan terus menggunakan strategi diplomatik untuk menghadapi tantangan geopolitik baru yang muncul akibat kembalinya Trump ke Gedung Putih.

Oh Ei Sun, seorang rekan senior di Singapore Institute of International Affairs, mengatakan bahwa rencana kenaikan tarif tersebut adalah "kabar buruk yang tak diragukan lagi" karena ekspor ASEAN ke AS "akan menghadapi hambatan yang kuat".

"Produsen besar di negara-negara ini mungkin harus mempertimbangkan untuk mendirikan pabrik di AS guna memenuhi tuntutan Trump untuk 'membuat Amerika hebat lagi'," kata Oh, merujuk pada slogan Trump.

Maybank mengatakan dalam catatan penelitian bahwa kebijakan proteksionis AS yang lebih kuat dapat melemahkan ekspor ASEAN, mengurangi arus investasi ke kawasan, dan menimbulkan "guncangan deflasi besar".

Bank yang berbasis di Kuala Lumpur itu mengatakan tarif umum tersebut akan meningkatkan insentif bagi perusahaan AS untuk memproduksi di dalam negeri dan karenanya dapat mengurangi investasi langsung asing ke ASEAN.

Abdul Majid Ahmad Khan, presiden Asosiasi Persahabatan Malaysia-Tiongkok dan mantan duta besar Malaysia untuk Tiongkok, mengatakan sebagian besar negara ASEAN "sangat terpapar" pada perdagangan internasional. Dengan demikian, usulan Trump untuk tarif 10% pada semua impor "dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi (ASEAN)" dan mempengaruhi nilai mata uang di kawasan, katanya.

Muhammad Habib Abiyan Dzakwan, peneliti di Departemen Hubungan Internasional di Center for Strategic and International Studies, Indonesia, khawatir bahwa Trump melewatkan KTT ASEAN tahunan di mana para pemimpin membahas isu-isu global penting.

"Kami membutuhkan partisipasi Amerika Serikat dalam dialog-dialog ini," kata Muhammad Habib.

Lucio Blanco Pitlo III, peneliti di Asia-Pacific Pathways to Progress Foundation yang berbasis di Manila, melihat adanya "kemungkinan volatilitas" dalam hubungan luar negeri AS di bawah pemerintahan kedua Trump. Dia mengatakan kekhawatiran semacam itu mungkin mendorong negara-negara ASEAN untuk "melakukan lebih banyak strategi hedging" dan menjaga opsi mereka tetap terbuka sebanyak mungkin.

Pitlo mengatakan setiap langkah yang akan mempromosikan pemisahan "akan mengganggu rantai pasokan dan mempengaruhi ambisi negara-negara regional untuk meningkatkan industri mereka".

Di tengah ketidakpastian ekonomi yang ditimbulkan oleh potensi kebijakan proteksionis di AS, negara-negara ASEAN telah berupaya meningkatkan hubungan perdagangan dengan negara-negara mitra utama lainnya. Pada KTT ASEAN 2024 yang berlangsung di Laos, para pemimpin ASEAN sepakat untuk memperkuat perjanjian perdagangan bebas yang ada dan mempercepat pembentukan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) yang mencakup 15 negara, termasuk Tiongkok dan Jepang. 

RCEP dianggap sebagai upaya penting untuk mengurangi ketergantungan pada pasar AS dengan memperluas akses ke pasar regional yang lebih besar dan memperkuat integrasi ekonomi antaranggota. Langkah ini dipandang sebagai upaya ASEAN untuk menyeimbangkan dampak tarif AS dan menjaga pertumbuhan ekonomi di kawasan.

Selain itu, Tiongkok, sebagai mitra dagang terbesar bagi banyak negara ASEAN, telah mengambil langkah proaktif untuk mendukung ekspor ASEAN melalui program pinjaman dan investasi infrastruktur. Belt and Road Initiative (BRI) Tiongkok, yang melibatkan beberapa proyek di Asia Tenggara, semakin memperdalam hubungan ekonomi antarnegara, termasuk pembangunan jalan tol, rel kereta api, dan pelabuhan di beberapa negara ASEAN. 

Bagi banyak negara ASEAN, hubungan erat dengan Tiongkok ini menjadi opsi alternatif jika hambatan perdagangan dengan AS semakin meningkat. Namun, para analis memperingatkan bahwa ketergantungan yang berlebihan pada Tiongkok juga dapat menjadi tantangan, karena ASEAN harus tetap menjaga keseimbangan dan tidak terlalu berpihak pada satu kekuatan besar demi kepentingan stabilitas politik dan ekonomi regional.

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow

Most Viewed