Program 3 Juta Unit Rumah Prabowo-Gibran Dinilai Tidak Realistis

Program 3 Juta Unit Rumah Prabowo-Gibran Dinilai Tidak Realistis

Smallest Font
Largest Font

Metapasar - Rencana pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming untuk membangun 3 juta unit rumah setiap tahun dianggap tidak efektif dalam menyelesaikan masalah kesenjangan kebutuhan rumah atau backlog di Indonesia jika tidak dilengkapi dengan berbagai insentif tambahan.

Menurut catatan Kontan, Hashim S. Djojohadikusumo, adik Prabowo yang juga Ketua Satgas Perumahan, menjelaskan bahwa dari 3 juta unit rumah yang direncanakan, 1 juta di antaranya akan dibangun di perkotaan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Sementara 2 juta lainnya akan berada di pedesaan, termasuk 1 juta rumah di wilayah pesisir.

Menanggapi target ini, Wakil Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia (REI), Bambang Ekajaya, menjelaskan bahwa dari 3 juta rumah tersebut, tidak semuanya akan berbentuk rumah tapak.

“Pak Hashim sudah menjelaskan bahwa target 3 juta rumah tersebut terdiri dari 2 juta hunian vertikal dan 1 juta hunian tapak,” kata Bambang saat dihubungi Kontan, Senin (09/09).

Dalam program ini, akan ada rumah subsidi dan rumah komersial. Khusus untuk hunian vertikal di kota besar, akan memanfaatkan lahan milik Pemerintah Daerah (Pemda) dan mengadopsi konsep Transit Oriented Development (TOD) untuk mengatasi kemacetan. Bambang mengakui bahwa target ini sangat ambisius, mengingat target Program Sejuta Rumah (PSR) pemerintah sebelumnya masih sulit dicapai.

"Target 3 juta rumah per tahun adalah tantangan besar, mengingat target 1 juta rumah per tahun saja sulit dicapai. Ini membutuhkan terobosan khusus," tambahnya.

Menurut data dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), hingga Juli 2024, realisasi PSR mencapai 617.622 unit atau sekitar 59,23% dari target 1.042.738 unit.

Selain itu, Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2023 mencatat bahwa backlog perumahan di Indonesia masih mencapai 9,9 juta unit, dengan potensi peningkatan backlog 600.000 hingga 800.000 unit per tahun akibat bertambahnya rumah tangga baru.

Tantangan Hunian Vertikal dan Preferensi terhadap Rumah Tapak

Selain tantangan jumlah pembangunan, dari total 3 juta rumah yang ditargetkan, 2 juta di antaranya adalah hunian vertikal. Namun, menurut laporan Colliers untuk kuartal kedua 2024, minat masyarakat terhadap hunian vertikal masih lebih rendah dibandingkan rumah tapak, meskipun keduanya mendapatkan insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP).

Menurut Ferry Salanto, Head Research Department Colliers, hal ini terlihat dari tidak adanya pembangunan apartemen baru yang diresmikan oleh pengembang sepanjang paruh pertama 2024. Dari data Colliers, alasan para pengembang lebih memilih rumah tapak adalah karena proses pembangunannya dapat diselesaikan dalam waktu cepat, sehingga insentif PPN DTP bisa dimanfaatkan.

Dari sisi pelaku usaha, Bambang menilai bahwa lambatnya perkembangan hunian vertikal disebabkan oleh harga jual yang dianggap terlalu rendah.

"Untuk hunian vertikal, sebagian pembangunan dilakukan oleh pemerintah, namun peran swasta tetap diperlukan. Ini bisa menciptakan pengembang-pengembang yang fokus pada hunian vertikal bersubsidi," katanya.

Bambang mencontohkan program Rusunami (Rumah Susun Sederhana Milik) yang terhenti karena harga jual yang dianggap tidak realistis.

"Saat ini, program rusunami bersubsidi tidak berjalan karena harga jual yang ditetapkan pemerintah lebih rendah daripada biaya konstruksi. Akibatnya, hingga sekarang belum ada pengembang yang tertarik membangun rusunami bersubsidi," tambahnya.

Di sisi lain, Senior Vice President Marketing dari marketplace properti Rumah123, Bharat Buxani, mengakui bahwa minat terhadap apartemen di platformnya masih jauh lebih rendah dibandingkan rumah tapak.

“Ini masih menjadi tantangan, meskipun fasilitasnya setara bintang 5. Namun, saya kira dalam setahun ke depan akan ada pertumbuhan karena banyak apartemen yang lokasinya dekat dengan tempat kerja, meskipun harganya sama dengan rumah tapak,” ungkap Bharat kepada Kontan.

Sementara itu, Bharat juga menjelaskan bahwa harga rumah tapak yang paling banyak dicari calon konsumen adalah di kisaran Rp400 juta hingga Rp1 miliar.

"Segmen yang paling diminati adalah rumah dengan harga Rp400 juta hingga Rp1 miliar, kemudian disusul oleh rumah dengan harga Rp1-2 miliar dan di atas Rp5 miliar, tapi yang paling populer adalah rumah dengan harga Rp400 juta hingga Rp1 miliar," tambahnya.

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow

Most Viewed