Tanda-Tanda Peringatan Ekonomi Indonesia Jelang Akhir 2024

Tanda-Tanda Peringatan Ekonomi Indonesia Jelang Akhir 2024

Smallest Font
Largest Font

Metapasar - Menjelang akhir tahun 2024, perekonomian Indonesia memperlihatkan beberapa tanda peringatan yang tidak boleh diabaikan. Kondisi ini membutuhkan perhatian serius dari pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat luas. Dengan menganalisis indikator utama seperti pertumbuhan ekonomi, peningkatan PHK, dan terjadinya deflasi, kita dapat memahami tantangan yang dihadapi serta merumuskan langkah-langkah mitigasi yang tepat.

Peningkatan PHK

Peningkatan angka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) menjadi perhatian utama di tengah melemahnya sektor manufaktur di Indonesia. Data dari Kementerian Ketenagakerjaan menunjukkan bahwa hingga akhir September 2024, sebanyak 52.933 pekerja terkena PHK, dengan jumlah terbesar terjadi di Jawa Tengah. Sektor manufaktur, yang sebelumnya menjadi penopang perekonomian, kini berada di bawah tekanan akibat persaingan harga barang impor yang lebih murah dan menurunnya permintaan dalam negeri.

Menurut Wijayanto Samirin, ekonom dari Universitas Paramadina, hal ini mengindikasikan adanya deindustrialisasi, di mana peran industri dalam ekonomi semakin menurun. Ini menjadi sinyal bagi pemerintah untuk segera memperbaiki iklim usaha yang selama ini kurang diperhatikan, seperti pembenahan regulasi perpajakan, perbaikan logistik, serta penurunan suku bunga kredit.

Deflasi yang Berkepanjangan

Mengutip dari Id Investing, deflasi selama lima bulan berturut-turut menjadi ancaman serius bagi sektor riil. Achmad Nur Hidayat, pakar ekonomi dari Universitas Pembangunan Negeri Veteran Jakarta, mengatakan bahwa deflasi ini erat kaitannya dengan melemahnya daya beli masyarakat dan penurunan permintaan barang serta jasa. Akibatnya, banyak perusahaan yang terpaksa melakukan PHK sebagai langkah efisiensi untuk menghadapi penurunan omzet.

Keadaan ini menciptakan lingkaran setan, di mana konsumsi yang terus melemah semakin menekan sektor usaha kecil dan menengah (UKM). Jika situasi ini terus berlanjut tanpa adanya intervensi, UKM berisiko mengalami kebangkrutan. Pemerintah diharapkan dapat memperluas program Bantuan Langsung Tunai (BLT) serta padat karya untuk meningkatkan daya beli masyarakat, terutama bagi kelompok rentan.

Di sisi kebijakan, penurunan suku bunga dan peningkatan investasi di sektor-sektor strategis seperti infrastruktur dan energi terbarukan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Pemerintah juga bisa memberikan insentif pajak bagi UKM dan sektor manufaktur agar mereka dapat bertahan dan meningkatkan produksi meski permintaan sedang lemah.

Lesunya Ekonomi dan Penurunan Kelas Menengah

Sepanjang masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo, pertumbuhan ekonomi rata-rata hanya mencapai 4,23%, dengan tingkat inflasi yang rendah di sekitar 3,50%. Meskipun inflasi yang rendah dapat menjaga daya beli, hal ini juga menandakan tingginya tingkat pengangguran dan lemahnya produktivitas. Salah satu tantangan terbesar adalah menciptakan lapangan kerja yang lebih banyak agar pertumbuhan ekonomi tidak hanya angka semata, tetapi juga berdampak langsung pada masyarakat.

Seringkali inflasi rendah dianggap sebagai hal positif, namun tanpa peningkatan produktivitas dan penciptaan lapangan kerja, ini bisa menjadi tanda kelesuan ekonomi jangka panjang. Perekonomian membutuhkan strategi komprehensif yang tidak hanya menjaga stabilitas harga, tetapi juga memperkuat fondasi produktivitas serta menciptakan iklim yang mendukung inovasi dan investasi.

Selama lima tahun terakhir, struktur ekonomi Indonesia menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Sebanyak 22,2 juta orang mengalami kemunduran dalam status ekonomi mereka. Dari jumlah tersebut, 9,48 juta orang yang sebelumnya masuk dalam kategori kelas menengah turun menjadi kelompok calon kelas menengah, sementara 12,72 juta lainnya jatuh ke dalam kategori rentan miskin.

Sektor Manufaktur yang Terus Melemah

Indeks Manajer Pembelian (PMI) manufaktur Indonesia tetap berada di bawah ambang batas 50 dalam tiga bulan terakhir, yang menunjukkan bahwa sektor ini masih berada dalam fase kontraksi. Melemahnya sektor manufaktur tidak hanya menunjukkan penurunan domestik, tetapi juga mencerminkan lemahnya permintaan ekspor. Penurunan produksi dan lemahnya pesanan baru memperlihatkan tantangan mendalam yang harus segera diatasi.

Daya Beli Masyarakat yang Tertekan

Konsumsi masih menjadi pilar utama perekonomian Indonesia, namun data terbaru menunjukkan adanya perlambatan di sektor ini. Pertumbuhan sektor ritel yang melambat serta penurunan penjualan beberapa produk menjadi bukti bahwa masyarakat mulai berhati-hati dalam pengeluaran, terutama untuk barang-barang non-esensial. Penurunan penjualan barang tahan lama dan meningkatnya penggunaan tabungan oleh masyarakat menengah menandakan tekanan ekonomi yang semakin besar.

Penurunan penjualan otomotif, sebagai indikator daya beli, juga mencerminkan situasi serupa. Pertumbuhan simpanan di bank yang melambat, seperti dilaporkan oleh Lembaga Penjamin Simpanan, memperkuat kekhawatiran ini.

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow

Most Viewed