Nilai Tukar Rupiah Menguat Atas Dolar AS Akibat Tekanan Penurunan Suku Bunga The Fed

Nilai Tukar Rupiah Menguat Atas Dolar AS Akibat Tekanan Penurunan Suku Bunga The Fed

Smallest Font
Largest Font

Nilai tukar mata uang Rupiah akhirnya berhasil kembali menguat dan menembus Rp16 ribu per Dolar Amerika Serikat (AS) dalam perdagangan hari Kamis (16/5). Salah satu faktor menguatnya rupiah adalah karena tekanan yang dialami Dolar AS, usai ekspektasi penurunan suku bunga oleh The Fed. 

Nilai tukar Rupiah di perdagangan kemarin dibuka dengan mengalami kenaikan sebesar 102 poin atau 0,64% menjadi Rp15.925,5 per Dolar AS. Sementara indeks Dolar AS mengalami penurunan sebesar 0,14% dan berada di angka 104,198. 

Di sisi lain, sejumlah mata uang Asia lainnya juga cenderung mengalami kenaikan. Dolar Taiwan misalnya, naik sebesar 0,22%, lalu Won Korea Selatan melonjak sebesar 0,69%, Peso Filipina juga naik sebesar 0,30%, Ringgit Malaysia naik sebesar 0,46% dan Dolar Singapura naik 0,12%. 

Ibrahim As Syuaibi selaku direktur dari Laba Forexindo Berjangka memprediksi nilai perdagangan untuk nilai tukar Rupiah pada hari ini akan cenderung fluktuatif. Akan tetapi pada penutupan perdagangan bakal kembali menguat di kisaran Rp15.970 sampai Rp16.070 per Dolar AS. 

Sebelumnya di hari Rabu (15/5), Rupiah menutup perdagangan dengan mengalami lonjakan cukup besar hingga 0,45% atau sebanyak 72 poin dan berada di angka Rp16.027 per Dolar AS. Sedangkan indeks Dolar AS mengalami penurunan hingga 0,14% ke angka 104,74. 

Lebih lanjut Ibrahim menyebut bahwa pada kondisi sekarang ini, pasar semakin yakin jika The Fed tidak akan menaikkan suku bunga lebih jauh hingga sepanjang tahun 2024 ini. 

Pernyataan ini merujuk pada komentar yang disampaikan Ketua Jerome Powell di hari Selasa (14/4) lalu, yang memicu terjadinya pelemahan nilai tukar Dolar AS. Bahkan data inflasi pabrik di bulan April memberikan kejutan yang positif. 

Komentar yang disampaikan Powell sebagai bagian dari The Fed, menunjukkan jika kebijakan moneter yang diterapkan sekarang ini cukup ketat dalam menurunkan besaran inflasi. Inilah yang menjadi pendorong utama turunnya nilai tukar Dolar AS. 

Akan tetapi, Powell juga memperingatkan jika Bank Sentral bisa saja kehilangan kepercayaan jika inflasi bakal membaik dalam waktu yang singkat, dan jika tekanan harga menghabiskan waktu lebih lama guna mencapai target tahunan yang telah ditetapkan sebelumnya, sebesar 2% itu. 

“Ditambah dengan pembacaan PPI yang kuat, menjadikan pasar semakin waspada atas berbagai kemungkinan pembacaan indeks harga konsumen di bulan April, yang berpeluang berada di angka yang lebih tinggi dari apa yang disampaikan sebelumnya,” terang Ibrahim seperti mengutip dari Market Bisnis.

Walaupun begitu, Indeks Harga Konsumen mengalami peningkatan sebesar 0,3% apabila dibandingkan dengan bulan sebelumnya, dan naik sebesar 3,4% dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya. Ini berarti memang ada perlambatan pada bulan Maret. 

Begitu juga dengan inflasi inti di luar biaya makanan serta bahan bakar yang ikut mengalami penurunan. Besaran nilai inflasi yang berada di bawah perkiraan ini menjadikan imbal hasil Treasury dalam 10 tahun, mengalami penurunan sebesar 4,35% dan ini merupakan titik terendah dalam satu bulan terakhir. Kondisi ini memicu munculnya spekulasi baru soal penurunan suku bunga The Fed di bulan September nanti. 

CME FedWatch Tool dalam laporannya memaparkan jika saat ini ada sekitar 70% trader yang memprediksi bakal adanya pemotongan suku bunga, setidaknya satu kali, dalam pertemuan di bulan September, di mana ini merupakan peningkatan yang cukup besar dari minggu lalu. 

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow