Tren Bank Sentral Borong Emas Sebagai Aset Lindung Atas Dolar AS
Sekarang ini rupanya emas sebagai salah satu logam mulia, berfungsi tidak hanya sebagai aset safe-haven, namun juga bisa sebagai aset hedging atau lindung nilai ketika kondisi ekonomi global kian tidak menentu akibat semakin memanasnya kondisi geopolitik.
Awal bulan ini, pejabat Dana Moneter Internasional (IMF) memaparkan soal keberadaan emas dalam potensi fragmentasi tatanan ekonomi serta keuangan global.
“Usai selama sekian tahun terjadi guncangan, termasuk salah satunya adalah pandemi Covid-19 serta peperangan yang terjadi antara Rusia dan Ukraina, banyak negara yang kemudian melakukan evaluasi ulang atas mitra dagang mereka, dengan merujuk pada masalah ekonomi serta keamanan nasional,” tutur Wakil Direktur Pelaksana IMF, Gita Gopinath, seperti melansir dari Sindonews.
Secara khusus, negara-negara itu kembali meninjau ketergantungan mereka atas Dolar Amerika Serikat (AS) yang selama ini mereka gunakan untuk transaksi internasional serta kepemilikan cadangan devisa.
Di sisi lain, permintaan emas pun kian meningkat lantaran dinilai mampu menjadi aset safe-haven yang netral dan tidak terdampak akan kondisi politik, yang bisa dengan mudah disimpan di rumah, serta aman dari pengenaan sanksi dan penyitaan.
Sepanjang tahun 2022 sampai dengan 2023, tercatat bank-bank sentral telah menyumbang sebanyak seperempat dari permintaan emas secara keseluruhan. Hal tersebut lantaran bank sentral itu membeli lebih dari seribu ton emas per tahunnya, seperti yang dilaporkan oleh World Gold Council.
Untuk tahun 2024 ini, sepanjang kuartal pertama tercatat bank-bank sentral dunia sudah belanja sebanyak 290 ton Emas, dan menjadi pembelian terkuat di awal tahun ini.
Perlindungan Sanksi Berbasis Dolar
Pengaruh dan kekuatan Dolar AS yang kian lama kian besar, memicu munculnya kekhawatiran yang telah berlangsung sejak lama. Banyak sanksi yang dijatuhkan Barat dengan menjadikan mata uang itu sebagai senjata, membuat banyak negara semakin gencar untuk melakukan dedolarisasi.
Greenback begitu mengakar dalam ekonomi global, yang membuat banyak ahli meyakini jika Dolar AS tidak akan bisa kehilangan dominasinya sebagai mata uang cadangan dunia hingga beberapa tahun ke depan.
Namun kondisi yang berbeda terjadi, di mana banyak negara, utamanya yang dekat dengan Cina semakin berupaya menjaga kondisi politik negara mereka dengan mencari alternatif aset lain, seperti emas.
“Emas sebagai cadangan devisa bagi negara-negara ‘blok Cina’, mulai mengalami peningkatan sejak tahun 2015,” terang Gopinath.
Selain Rusia, Gopinath tidak mencatut nama negara lain yang dia kelompokkan dalam ‘blok Cina’. Sebaliknya, pangsa pasar emas di negara-negara ‘blok Amerika’, terpantau stabil secara luas.
Kondisi ini memperlihatkan jika pembelian emas yang dilakukan oleh bank sentral, telah didorong oleh kekhawatiran terkait dengan resiko pengenaan sanksi. Di kasus Cina misalnya, emas dalam cadangan devisa negara itu mengalami peningkatan hingga 2% di tahun 2015, dan kembali naik di angka 4,3% pada tahun 2023.
Sementara itu, besaran kepemilikan obligasi Treasury dan Agency Amerika mengalami penurunan dari yang sebelumnya sebesar 44%, menjadi 30%.
Abaikan Harga Tinggi
Di saat bank sentral Cina mendominasi pemberitaan utama dalam hal pembelian emas, bank sentral negara lainnya rupanya juga turut melakukan penimbunan emas. Selain Cina, ada Turki dan India yang baru-baru ini tercatat melakukan pembelian emas dalam jumlah besar.
JPMorgan dalam analisanya memprediksi jika tren ini masih akan terus berlanjut hingga akhir tahun ini, yang berarti harga emas masih akan mengalami kenaikan. Pastinya, demam emas yang saat ini tengah berlangsung tidak hanya disebabkan oleh kondisi geopolitik semata.
Hal itu juga didorong oleh penguatan Dolar AS, yang menjadikan banyak negara berkembang untuk mengambil langkah dalam melindungi mata uang mereka.
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow